Afra


Adalah nama seorang gadis Afrika, tepatnya dari Eritrea. Dia bersama keluarganya datang ke toko saya pada 20 Agustus malam. Saat dia dan keluarganya datang, di toko saya sedang ada keluarga turis Mesir. Ternyata mereka sama-sama tinggal di Jerman. Mereka pun mengobrol dalam bahasa Jerman.
"Maaf, toilet di mana ya?" tanya dia saat saya mau menggesek kartu kredit si turis Mesir.
Saya memberitahunya untuk ke restoran di sebelah. Tapi sepertinya ia enggan untuk pergi ke sana sendirian. Saya pun tak bisa mengantarnya karena sedang membereskan pembayaran dulu.
Setelah beres, saya dekati dia, "Kamu mau ke toilet? Yuk saya antar."
"Oh, thank you," ucapnya sambil tersenyum dan mengikuti saya.
Kami mengobrol di perjalanan ke toilet. Saya menanyakan asalnya. Ternyata dia dari Eritrea, sebuah negara di Afrika. Saya bilang padanya bahwa saya dari Indonesia. Dia bertanya bagaimana saya tinggal di sini. Dan dia terkejut waktu saya bilang bahwa lelaki yang di toko adalah suami saya.
Sekembalinya dari toilet, dia sangat berterima kasih dan kami pun melanjutkan obrolan. Dia adalah anak kedua dari 5 bersaudara. Kakak perempuannya sudah menikah dan baru punya anak usia 10 bulan, jadi ga ikut liburan ke Alanya. Dia punya dua adik perempuan dan satu adik laki laki. Di toko saya, mereka membeli rok untuk kakak perempuannya.
Setelah beres transaksi, keluarganya sudah keluar. Sebelum keluar, ia memeluk saya dan berterima kasih.
"Thank you very much. You are very nice," ucapnya sambil memeluk. "What's your name?" tanyanya.
"Dian, and yours?"
"Afra, like Afrika," ucapnya sambil tersenyum dan bergegas keluar dari toko.

Jangan Bersumpah




Beberapa tahun lalu, rok batik sedang trend, toko kami pun menjualnya. Toko kami yang memulai menjual rok batik di Alanya. Toko lain pun mengikuti trend ini. Tapi entah dari mana asal kain batiknya. Dengar-dengar sih produsen langganan di istanbul mengimpor kain batik ini dari asia. Tapi bukan dari Indonesia.

Model rok batik yang dijual ada yang berumpak, rempel, dan rok pendek model payung dengan beberapa warna pilihan. Untuk rok berumpak hanya ada satu pilihan warna yaitu cokelat. Rok model ini cocok untuk gadis muda. Sedangkan yang kaum tua, mereka cocok memakai yang rempel. Turis turis pun menyukai rok batik ini.

Suatu hari, ada seorang ibu setengah baya datang ke toko kami. Ia ingin membeli rok rempel dan berumpak. Saat itu uangnya tidak cukup untuk membeli dua rok itu. Si ibu memelas agar bisa membayar nanti. Kami tidak mengenai ibu ini, bagaimana kami bica mempercayainya? Kemudian si ibu membawa kenalannya pedagang di seberang toko. Pedagang itu pun berani memberikan garansi bahwa si ibu akan membayar. Lalu kami pun memberikan apa yang si ibu inginkan. Jadi saat itu si ibu membeli dua rok dengan membayar sebagian, sebagian lagi akan dibayar beberapa hari kemudian.

Hari berlalu, si ibu membayar sisa uangnya. Saya agak lupa kronologinya. Tapi yang pasti si ibu datang untuk mengembalikan rok berumpak yang warna cokelat. Sepertinya suaminya tidak menyukai. Kalau suami tidak suka, itu bukan urusan kami toh. Suami tidak menerima rok tersebut, karena tidak ada cacat atau kerusakan apapun. Sepertinya si ibu marah. Saat itu saya tidak ada di toko.

Kemudian hari, saat saya ada di toko, si ibu datang lagi dengan membawa rok rempel. Si ibu ingin mengembalikan rok tersebut dengan alasan rusak setelah dicuci. Entah si ibu nyucinya berapa derajat, karena itu rok menjadi putih dan sangat kusut. Jika rok tersebut dicuci 30-40 derajat, tidak akan seperti itu. Tapi jika rok dicuci 90 derajat, ada kemungkinan menjadi rusak seperti itu.

Saat itu, si ibu langsung marah marah dan memaki kami. Kami menelpon produsen di istanbul untuk memberitahukan bahwa roknya rusak. Produsen bilang untuk mengambil rok tersebut dan ganti uangnya. Kami memberikan uang roknya pada si ibu. Eh si ibu malah bilang gini, “Saya ga butuh uang kamu.”

Loh itu kan uang ibu waktu beli roknya, bukan uang kami donk.
Si ibu pun membawa rok yang cokelat dan berusaha untuk mengembalikannya. Karena dia bilang bahwa roknya menyusut setelah dicuci.

Untungnya kami masih punya rok model umpak tersebut, jadi kami bisa mengukur apakah rok yang si ibu beli menyusut atau tidak. Setelah diukur ternyata roknya tidak menyusut satu senti pun. Kami pun tidak menerima roknya.

Si ibu tetap marah marah dan mengeluarkan sumpah serapah. Dan si ibu bersumpah bahwa tidak akan pernah lagi datang ke toko saya. Lewat depan toko pun tak sudi katanya.

Ya, silakan aja. Kami ga pernah kok memaksanya untuk datang ke toko kami dan belanja di sini. Kesalahan kami adalah telah menjual rok pada si ibu.

.
.
.
.
beberapa tahun kemudian

si ibu datang lagi ke toko kami.
Kalau ga salah ingat, tahun lalu si ibu mulai datang lagi ke sini. Ketika dia masuk, saya merasa mengenal wajah si ibu. Saya ingat ingat di mana melihatnya. Hmmm ternyata si ibu yang pernah bersumpah itu. Mungkin dia lupa akan sumpahnya, tapi saya ga akan pernah lupa.

Tahun ini pun beberapa kali datang lagi.
Pertama, beberapa bulan lalu. Saya masih ingat si ibu nanya nanya harga. Lihat mukanya saya rasa kenal. Ya, si ibu yang sumpah itu. Saya ga layani dengan serius. Dia nanya harga, saya jawab secukupnya sambil mengerjakan yang lain.

Beberapa hari yang lalu, anak saya ada di toko. Si ibu ini masuk. Saya langsung ingat wajahnya. Saya kasih kode ke anak untuk tidak melayaninya. Saat itu saya sedang ngecek stok, jadi terusin aja. Si ibu nanya nanya harga seperti biasa. Saya jawab secukupnya.

Sayangnya setiap si ibu ke sini, saat suami sedang tidak ada. Saya ingin tahu gimana reaksi suami pada si ibu.

Kok ga malu ya udah bersumpah ga akan pernah datang lagi dan marah marah di toko ini, tapi datang lagi. Apa dia lupa dengan sumpahnya?





Allah smiling at me


"Do you speak english," tanya turis wanita (bule) berhijab yang masuk ke toko saya.
"Yes," jawab saya.
"Alhamdulillah akhirnya saya bertemu dengan orang yang bisa bahasa inggris," kata turis finland ini.
Kemudian ia menyebutkan apa yang ingin dibelinya.
Ia mencari abaya big size sesuai ukurannya. Saya turunkan abaya paling besar ukurannya. Ia mencobanya dan ia merasa sangat senang karena ukurannya pas untuknya.
"Allah smiling at me now," ucapnya bahagia.
"Saya senang menemukan toko ini karena saya bisa menemukan baju ukuran besar di sini," tambahnya.
Kemudian ia menanyakan rok. Saya pun menunjukkan 2 model berukuran paling besar dan ia memilih salah satunya.
Setelah beres transaksi, saya menawarinya minum teh. Lalu kami mengobrol sambil minum teh.
Kami ngobrol ngalor ngidul. Ia cerita bagaimana ia menjadi islam, cerita tentang keturunan mana saja, tentang suami pakistannya, tentang anak spesialnya, tentang kanker darah yang telah dilaluinya, dan banyak lagi.
Setelah beres minum teh, ia berpamitan dan berjanji kembali untuk membeli abaya, karena tadi ia hanya membeli rok.
"I must ask money to my sister and i will comeback this evening," katanya.
Tadi, saya sedang nongkrong depan toko, ia datang lagi. Kali ini bersama anaknya.
Sesuai janjinya ia kembali untuk membeli abaya plus dua tunik. Alhamdulillah.

Balada sayur asem


Hari ini, saya dan mak Muthiya Rini botram di rumah saya. Sudah direncanakan untuk masak sayur asem dkk. Ketika mak muthi datang, kami langsung membuat sayur asem. Kemudian dilanjutkan memasak yang lainnya.
Masakan beres siap disantap. Kami pun membawa satu per satu makanan ke ruang tamu. Ngampar di lantai dan menikmati masakan Indonesia. Saat makan, kami masing-masing merasa ada yang kurang, tapi ga ngeh apa yang kurang itu.
Setelah beres makan, saya membereskan piring ke dapur. Di sana saya melihat panci berisi sayur asem yang sedang duduk cantik dekat kompor. O-em-ji...ternyata sayur asemnya lupa disajikan. Ya Allah, baru kali ini, udah capek capek bikin sayur asem tapi lupa dimakan.
"Muthi, kita lupa makan sayur asemnya," ucap saya sambil tertawa terbahak bahak.
Andai itu panci bisa ngomong, "Wooiii ini sayur asemnya ketinggalan woiii."

Bus charteran


Back to work after 2 days free.
Waktu naik bus di halte dekat rumah, ada 1 penumpang cewe di dalam.
Di halte kedua setelahnya, si penumpang itu turun. Sampe terminal, ga ada penumpang lain yang naik.


Dicegat tukang kargo


Tadi sedang jalan ke mushola, ada tukang kargo langganan ngelihatin saya sambil bilang, "untung lihat kamu, ampir aja lupa. Balik lagi ke toko gih."
Saya rada bingung. Saya emang lagi nunggu kargo yang isinya abaya. Katanya kemarin sore bakal nyampe tapi gak ada. Tapi produsen abaya ini biasanya gak pake kargo si abang ini. Ya udah saya balik aja ke toko.
Ternyata bener aja. Si abang bawain paket abaya yang harusnya nyampe kemarin.
"Tadi ampir aja lupa. waktu itu juga lupa," ucap si abang waktu saya bayar 

Customer songong


Kemaren ada dua customer cewe datang barengan. Sepertinya mereka temenan, atau mungkin juga kerabatan. Cewe yang 1 kurus (sebut saja si K), dan yang satunya gemuk (sebut saja si G). Si G ini langganan saya. Kalau si K, baru kali ini datang ke toko saya. Mungkin dia ke sini juga diajakin oleh si G.
“Baju ini harganya berapa?” tanya si K sambil menunjuk baju A yang sedang saya gantung.
“100,” jawab saya.
Kemudian si K bilang gini, “lihat, ini bagus, cuma 100,” sambil memegang baju B yang saya taro di atas etalase. Baju A dan B mirip. Materialnya sama, modelnya beda bagian atasnya. Dan baju A tanpa furing sedangkan baju B memakai furing.
“Yang itu beda harganya. Itu 150,” sanggah saya.
“Tadi katanya 100,” ucap si K.
“Kamu tadi nanya yang ini,” ucap saya sambil nunjukin baju A yang udah saya gantung.
“Kamu tahu harga ga sih? Mana pemilik tokonya?” tanya si K songong.
“Toko ini punya saya,” jawab saya. (ape lo ape lo).
Si K mukanya langsung shock. Si G yang dari tadi udah mencoba memberi tahu bahwa saya adalah pemilik toko, ga digubris oleh si K.
“Mba ini pemilik tokonya. Udah bertahun-tahun di sini sama suaminya,” ucap si G.
Sudah beberapa kali saya ketemu orang turki yang songong model begini. Lagaknya kayak sosialita tapi duitnya ga ada.

Tidak jujur


Hari ini ada dua hanut membawa turis yang sama. Si turis bukannya ngomong kalo tadi udah dibawa ke toko saya oleh yang lain. Pas dibawa oleh hanut kedua, saya bilang ke si hanut bahwa turis ini tadi udah dari sini. Tapi ga beli apa apa. Si hanut nanya ke saya baiknya dibawa ke mana turis ini. Saya sarankan utk dibawa ke toko seberang. Tapi sepertinya si turis ga mau. Trus si hanut juga keliatannya ga mau membawa mereka ke toko pesaing. Si turis pergi sendiri ke arah toko pesaing. Tak lama kemudian lewat toko saya kembali dengan tangan kosong.
Saya cerita ke suami tentang si hanut yg ga mau bawa turis ke toko pesaing. Terus suami bilang gini, "banyak hanut udah pada tau kalo toko pesaing itu ga jujur. Mereka ngasih persenan tidak sesuai penjualan. Apalagi kalo misalnya mereka menjual barang yang murah, mereka ga ngasih persenan sama sekali."
Pernah ada bapak guide yang pandai bahasa rusia membawa rombongannya ke toko itu. Si bapak diam di dalam toko dan menyaksikan sendiri apa yang dijualnya. Jadi si bapak tahu berapa penjualan yang terjadi. Ketika transaksi selesai, si bapak dikasih persenannya kurang. Kata si bapak saat itu penjualannya 2500 berarti si bapak harusnya mendapat 250, tapi tidak demikian yang diterima oleh si bapak.
Ketika si bapak lewat toko saya yang mana saat itu suami saya yang standby, si bapak mampir lalu ngobrol. Si bapak cerita tentang transaksi yang baru terjadi di toko itu. Katanya si bapak ga mau lagi bawa turis ke toko itu. Insyaallah kalo bawa rombongan turis lagi akan dibawa ke toko saya.

Wong jowo?


Barusan banget ada turis lewat (3 cewe dan 1 cowo) dan nanya (sambil lewat), "wong jowo?"
Saya yang mendengar reflek melihat ke arahnya dengan penuh rasa heran.
"Ya Indonesia," jawab saya.
Mereka berhenti berjalan lalu mendekati saya.
Kami ngobrol ngobrol dikit. Ternyata mereka orang Suriname. Mereka pun ngomong bahasa jawa. Duh abdi teu ngartos.
Dulunya ortu mereka dibawa ke suriname dan mereka lahir di suriname. Lalu mereka menetap di belanda. Seperti orang suriname kebanyakan yang saya jumpai di sini.

Hati-hati

Beberapa bulan lalu, ada 2 turis cantik (asal finland) datang ke toko saya. mereka masuk seperti yang terburu-buru. melihat-lihat tunik dan ...