Beberapa tahun lalu, rok batik sedang
trend, toko kami pun menjualnya. Toko kami yang memulai menjual rok
batik di Alanya. Toko lain pun mengikuti trend ini. Tapi entah dari
mana asal kain batiknya. Dengar-dengar sih produsen langganan di
istanbul mengimpor kain batik ini dari asia. Tapi bukan dari
Indonesia.
Model rok batik yang dijual ada yang
berumpak, rempel, dan rok pendek model payung dengan beberapa warna
pilihan. Untuk rok berumpak hanya ada satu pilihan warna yaitu
cokelat. Rok model ini cocok untuk gadis muda. Sedangkan yang kaum
tua, mereka cocok memakai yang rempel. Turis turis pun menyukai rok
batik ini.
Suatu hari, ada seorang ibu setengah
baya datang ke toko kami. Ia ingin membeli rok rempel dan berumpak.
Saat itu uangnya tidak cukup untuk membeli dua rok itu. Si ibu
memelas agar bisa membayar nanti. Kami tidak mengenai ibu ini,
bagaimana kami bica mempercayainya? Kemudian si ibu membawa
kenalannya pedagang di seberang toko. Pedagang itu pun berani
memberikan garansi bahwa si ibu akan membayar. Lalu kami pun
memberikan apa yang si ibu inginkan. Jadi saat itu si ibu membeli dua
rok dengan membayar sebagian, sebagian lagi akan dibayar beberapa
hari kemudian.
Hari berlalu, si ibu membayar sisa uangnya.
Saya agak lupa kronologinya. Tapi yang pasti si ibu datang untuk
mengembalikan rok berumpak yang warna cokelat. Sepertinya suaminya
tidak menyukai. Kalau suami tidak suka, itu bukan urusan kami toh.
Suami tidak menerima rok tersebut, karena tidak ada cacat atau
kerusakan apapun. Sepertinya si ibu marah. Saat itu saya tidak ada di
toko.
Kemudian hari, saat saya ada di
toko, si ibu datang lagi dengan membawa rok rempel. Si ibu ingin
mengembalikan rok tersebut dengan alasan rusak setelah dicuci. Entah
si ibu nyucinya berapa derajat, karena itu rok menjadi putih dan
sangat kusut. Jika rok tersebut dicuci 30-40 derajat, tidak akan
seperti itu. Tapi jika rok dicuci 90 derajat, ada kemungkinan menjadi
rusak seperti itu.
Saat itu, si ibu langsung marah marah dan
memaki kami. Kami menelpon produsen di istanbul untuk memberitahukan
bahwa roknya rusak. Produsen bilang untuk mengambil rok tersebut dan
ganti uangnya. Kami memberikan uang roknya pada si ibu. Eh si ibu
malah bilang gini, “Saya ga butuh uang kamu.”
Loh itu kan uang ibu waktu beli roknya,
bukan uang kami donk.
Si ibu pun membawa rok yang cokelat dan
berusaha untuk mengembalikannya. Karena dia bilang bahwa roknya
menyusut setelah dicuci.
Untungnya kami masih punya rok model umpak tersebut, jadi kami bisa mengukur apakah rok yang si ibu beli
menyusut atau tidak. Setelah diukur ternyata roknya tidak menyusut
satu senti pun. Kami pun tidak menerima roknya.
Si ibu tetap marah marah dan
mengeluarkan sumpah serapah. Dan si ibu bersumpah bahwa tidak akan
pernah lagi datang ke toko saya. Lewat depan toko pun tak sudi
katanya.
Ya, silakan aja. Kami ga pernah kok
memaksanya untuk datang ke toko kami dan belanja di sini. Kesalahan
kami adalah telah menjual rok pada si ibu.
.
.
.
.
beberapa tahun kemudian
si ibu datang lagi ke toko kami.
Kalau ga salah ingat, tahun lalu si ibu
mulai datang lagi ke sini. Ketika dia masuk, saya merasa mengenal
wajah si ibu. Saya ingat ingat di mana melihatnya. Hmmm ternyata si
ibu yang pernah bersumpah itu. Mungkin dia lupa akan sumpahnya, tapi
saya ga akan pernah lupa.
Tahun ini pun beberapa kali datang
lagi.
Pertama, beberapa bulan lalu. Saya
masih ingat si ibu nanya nanya harga. Lihat mukanya saya rasa kenal.
Ya, si ibu yang sumpah itu. Saya ga layani dengan serius. Dia nanya
harga, saya jawab secukupnya sambil mengerjakan yang lain.
Beberapa hari yang lalu, anak saya ada
di toko. Si ibu ini masuk. Saya langsung ingat wajahnya. Saya kasih
kode ke anak untuk tidak melayaninya. Saat itu saya sedang ngecek
stok, jadi terusin aja. Si ibu nanya nanya harga seperti biasa. Saya
jawab secukupnya.
Sayangnya setiap si ibu ke sini, saat
suami sedang tidak ada. Saya ingin tahu gimana reaksi suami pada si
ibu.
Kok ga malu ya udah bersumpah ga akan
pernah datang lagi dan marah marah di toko ini, tapi datang lagi. Apa
dia lupa dengan sumpahnya?