Tentang Pengemis

Pengemis cacat yang bermain HP di tengah-tengah pasar Jumat. Jauh sebelum pandemi di pasar jumat. Ada 3 orang cacat memakai kursi roda, ketiganya mengemis di pasar jumat. Mereka mengemis sambil bermain hp. Tujuan mereka mengemis seharusnya menunjukkan sikap yang mengundang belas kasihan dari orang-orang sekitarnya. Tapi ketiga orang seperti yang tidak ingin dikasihani, jadi untuk apa mengemis?


Pengemis kaget yang masuk ke toko. Ibu dan anak lelaki yang cacat

Suatu malam saya dan suami sedang mengobrol dengan seseibu konsumen di dalam toko. Si ibu menghadap ke kami, dan kami menghadap ke si ibu yang berarti menghadap ke pintu toko (luar). Datang seorang ibu dan anak lelaki cacat. Kami menyapanya. Sebelum sempat menjawab sapaan kami, ibu konsumen berbalik badan ke arah pintu dan otomatis melihat mereka. Si ibu (pengemis) tetiba raut wajahnya menjadi kaget melihat ibu konsumen. Dan mereka langsung saling sapa dan ngobrol bentar, lalu si ibu dan anak ini pergi. Loh jadi tujuan mereka ini mau apa?

Ternyata si ibu konsumen ini kenal mereka. Katanya si ibu (pengemis) ini adik suaminya. Dan si ibu ini suka mengemis. Padahal keluarga sudah melarang mereka untuk mengemis, jika perlu apapun pasti keluarga akan membantu. tapi si ibu tetap melakukannya dengan memanfaatkan anak lelakinya yang cacat. 

Nah, malam itu karena kepergok oleh kakak iparnya yaitu konsumen kami, ga jadi deh mengemis di toko saya.


Pengemis pemuda yang sehat dan berbaju rapi di terminal meminta uang karena lapar tapi di tangannya memegang uang 20 lira. Malam itu menuju pukul 7, saya akan pulang. Sesampai di terminal, ada pemuda yang mendekati saya. “Saya lapar, saya cuma punya 20 TL.”

Saya memang jarang bawa uang cash, karena kartu bus selalu terisi uang untuk ongkos bus. Jadi saat itu saya ga memberinya uang. Lagian pemuda sehat begitu kok mengemis sih. Dan lagian uang 20 TL cukup untuk membeli makanan jika sekadar untuk mengganjal perut. Pergi ke minimarket lalu membeli sandwich atau makanan lain dan minuman, bisa kenyang. Atau pergi ke pastane (toko kue) untuk beli simit atau poğaça (roti isi) dan bisa kenyang. Kecuali kalau dia pengennya makan di cafe atau restoran terus makan kebab atau lahmacun atau yang lainnya, tentu saja 20 TL tidak akan cukup.

Beberapa minggu kemudian di waktu yang sama di terminal, ada seorang pemuda meminta uang ke mba-mba yang sedang duduk di halte terminal. Si mba mengenali pemuda itu yang ternyata pernah meminta uang kepadanya beberapa hari yang lalu. Tentunya si mba pun tidak memberinya uang. Saya penasaran dengan si pemuda itu, sepertinya dia juga yang waktu itu meminta uang pada saya. 

Karena saat itu si mba mengenalinya dan tidak memberinya uang, si pemuda pergi menjauh sambil mengumpat-ngumpat.


Saya menceritakan tentang pemuda yang mengemis ini pada teman saya cewe OT. lalu dia menceritakan pengalamannya memberi uang pada pengemis berkerudung. Si mba pengemis ini sangat memelas, jadi teman OT ku ini memberinya uang untuk beli makanan. Semua uang yang dia punya saat itu dia berikan. Dia pikir bahwa dia akan makan siang ketika sampai di rumah. Saat itu dia belum kenal saya. Setelah siang dan akan pulang, dia menunggu bus di terminal dan haltenya pas depan restoran. Ketika melihat ke restoran itu, dia melihat seseorang yang dia kenal. Ternyata mba pengemis yang tadi memelas itu sedang menikmati makan siang di restoran. Si mba yang tadi berkerudung, berubah menjadi mba sosialita yang rambutnya dicat mewah, tentunya tidak berkerudung karena si temanku ini bisa melihat rambutnya. Jadi kerudung itu cuma kedok belaka. Di meja restoran itu, dia menikmati makanan yang wah pokoknya. Ya itulah dari hasil mengemis.


Pengemis yang bicaranya kurang jelas. Siang hari datang ke toko meminta uang, tidak saya kasih. Eh malam harinya dia datang lagi ke daerah ini, meminta uang ke setiap toko termasuk meminta uang ke kami yang sedang nongkrong di depan. Suami meminta saya untuk mengambil 5 lira di dalam. Ketika saya sedang mengambil uang, suami bertanya-tanya kepada bapak pengemis, ternyata dia mendapat tunjangan dari pemerintah. Tapi dia merasa tidak cukup dengan uang tunjangan tersebut jadinya dia mengemis. Enak sekali ya. Padahal dia bisa bekerja karena badannya masih kuat berjalan jauh yang berarti masih sehat.


Pengemis cowok berbadan sehat dan berpakaian rapi yang membawa secarik kecil kertas bertuliskan “saya tuna wicara, beri saya 5 TL”. wah enak banget ya. Jika setiap toko memberinya 5 TL dan setiap hari dia melakukan itu, jadi orang kaya dong. Sudah 2 kali dia datang ke toko saya, tapi saya tidak memberinya uang. Karena dia masih sehat dan bisa bekerja. Jika tidak bisa mencari kerja sendiri karena merasa sebagai orang cacat, maka dia bisa meminta pekerjaan ke pemerintah setempat. Pemkot juga menyediakan pekerjaan bagi orang-orang cacat. Pembersih toilet di dekat toko saya juga orang cacat. Setiap pagi kalau naik bus nomor 5, pasti ada orang cacat yang langganan naik, dia bekerja yang pekerjaannya disediakan oleh pemkot. Tetangga saya juga tuna wicara, dia bekerja di hotel. Jadi tidak ada alasan bagi orang cacat untuk menjadi pengemis.


Dan masih banyak pengemis lainnya yang sebetulnya tidak perlu mengemis jika ada kemauan untuk bekerja.


No comments:

Post a Comment

112

dibaca: yuz on iki, ini adalah nomor panggilan darurat di Turki. Kalo di Amrik ada 911, maka di Turki ada 112. Dulu panggilan darurat polisi...